Senin, 18 Mei 2009

MENGEMBANGKAN PUSAT STUDI/BENGKEL KERJA PROGRAM STUDI IPS


Oleh : Toto Pardamean

Semua program pendidikan yang ada di sekolah-sekolah sekarang ini sesungguhnya penting, namun patut untuk diperhatikan arah mana tujuan dari semua program pendidikan itu diinginkan. Jika kita mau jujur, beberapa program studi (jurusan) yang ada di sekolah menengah umum baik SMA ataupun MA masih belum mampu menjawab pertanyaan yang berkenaan arah dari program pendidikan itu ditujukan. Semuanya serba terlalu samar-samar antara program penyiapan tenaga kerja siap pakai atau calon ilmuwan.

Program studi IPA dan IPS sama-sama tidak memperlihatkan karakteristik studi yang khas dan fokus atau tidak kuat basic keilmuannya. Banyak Siswa program IPA yang tidak mampu menerapkan beberapa ilmu keIPAannya dalam bentuk praktis, misalnya biologi,fisika,kimia walaupun dalam kategori paling sederhana. Apakah itu membuat sabun,sampo,parfum,bell,menyilang tanaman. Demikian juga siswa program IPS, banyak yang tidak mampu melakukan wawancara,mengorganisasi teman-temannya,melakukan riset tentang masyarakat sekitarnya (walau dalam kategori sederhana),menghitung dan mengelola usaha kecil,menggambar denah/peta (walau dalam kategori sederhana).

Jika dibandingkan dengan fasilitas yang ada dan intensitasnya perhatian berbagai pihak terhadap program studi IPA saat ini, tampak sekali kesulitan itu semakin terasa di program studi IPS. Bagaimana tidak, hingga hari ini program studi yang satu ini tidak pernah terpikirkan untuk dibuatkan laboratoriumnya pada hal program studi ini juga memerlukan itu sebagai pusat kajian teknis dari berbagai konsep ilmu sosial yang ia pelajari. Dan hampir dilupakan bahwa di program ini juga dipelajari berbagai ilmu terapan yang memerlukan peralatan dan perlengkapan teknis, diantaranya misalnya Ilmu Geografi, Ilmu Ekonomi/Koperasi,Ilmu Sejarah,Ilmu Kewargaan negara, Ilmu Sosiologi, Ilmu Bahasa.

Jika kata Laboratorium dianggap tidak tepat untuk program IPS bisa saja kita sebut Bengkel Kerja atau Pusat studi atau apapun namanya. Di sini siswa program IPS dapat dilatih secara teknis untuk memperaktekkan atau memperagakan atau mensimulasikan persoalan-persoalan sosial yang tengah ia pelajari. Geografi (misalnya) sangat memerlukan meja gambar, kertas plano atau kertas kalkir, Kamera, alat ukur, maket-maket permukaan bumi dan foto-foto fenomena alam, peta dengan berbagai jenis dan karakter. Ekonomi memerlukan bahan jurnal, warung mini, koperasi mini, surat-surat kabar yang berisikan perkembangan pasar dan ekonomi setiap harinya, bank simulasi. Sosiologi memerlukan berbagai miniatur rumah adat, corak budaya. Kewargaan negara memerlukan contoh-contoh bukti kewargaan negara, kitab Undang-Undang tentang Kewargaan negara. Sejarah memerlukan maket-maket barang-barang purbakala, bukti-bukti sejarah lainnya.

Sebuah ruang sekapasitas Laboratorium IPA sangat dibutuhkan program studi IPS untuk lebih mengedepankan eksistensi, nilai guna dan nilai lebih untuk menghidupkan aktivitas belajar seluruh siswa program IPS sehingga tidak lagi diasumsikan sebagai program yang tidak jelas dan kelas dua. Saya yakin dengan manajemen sosial yang baik program IPS ini dapat menunjukkan pendaya gunaan Laboratorium IPS jauh lebih hidup dan bergagasan untuk siswa setelah tamat dan tentunya untuk masyarakat dan pemerintah (paling tidak di tingkat desa). Di Pusat studi/Bengkel kerja IPS itu akan dapat diarahkan setiap bidang ilmu memprogram kegiatan tambahan yang terfokus pada sudut keterampilan dan sikap sebagai tindak lanjut dari kemampuan kognitifnya di kelas.

Bila dibandingkan dengan Laboratorium IPA dana yang dibutuhkan di Pusat Studi IPS ini jauh lebih sederhana, namun persoalannya berbagai pihak termasuk sekolah sampai saat ini belum pernah berpikir tentang hal itu, pada hal secara nasional kita masih memerlukan tenaga penyuluh dan tenaga teknis kependudukan yang terampil dan taktis. Lihat saja soal data kependudukan kita, lihat saja masalah tata ruang kita. lihat saja tentang masalah pendidikan politik kita. Semua hal itu membuktikan bahwa program studi IPS ini sesungguhnya sangat dibutuhkan oleh negara ini disamping tenaga-tenaga tehnokrat yang dihasilkan oleh program studi IPA.

Yang ideal itu sesungguhnya adalah keseimbangan dan keselarasan yang dapat membangun keharmonian dua program itu dalam memecahkan masalah-masalah masyarakat, tidak seperti yang terjadi selama ini mendikotomikan dua bidang itu sehingga pada realitasnya terjadi kepincangan dalam kehidupan kita sehari-hari. Kepincangan perlakuan pemerintah dan masyarakat dalam memandang dua program ini. Kepincangan dana pembinaan.Kepincangan penempatan tenaga kerja. Kepincangan dalam perumusan formasi dalam lapangan kerja dsb.

Persoalan ini tidak sederhana jika kita secara analisis mengkajinya. Persoalan ini menyangkut efektivitas pelaksanaan program pendidikan yang bermuara kemasa depan bangsa kita kelak. Sebagai contoh realis dari akibat dikotomi antara dua program ini adalah sekarang produksi teknologi dan kimiawi yang tidak mempertimbangkan dampak sosial banyak beredar dan di konsumsi masyarakat sehingga menimbulkan kerugian bagi masyarakat dan bangsa. Persoalan ini tentunya juga menjadi tanggungjawab pendidikan dan gerakannya harus dimulai sejak dini sesuai dengan tingkatannya dan metode yang sesuai pula serta peralatan yang sesuai pula. Hal ini sangat tergantung dari kemampuan kita dalam mendesain program pendidikan kita sehingga tidak ada yang tidak jelas (dalam bahasa sopannya tidak ada istilah sekolah umum/tak jelas itu).

Sekolah atau lembaga pendidikan memang harus bersifat khas (jelas) bukan bersifat umum (mengambang). Pengorbanan waktu, tenaga, pemikiran, biaya harus mampu dibayar dengan kepastian yang dihasilkan lembaga pendidikan. Tidak seperti sekarang ini, para lulusan itu tidak dapat memastikan dirinya dapat melanjutkan pendidikannya, tidak dapat memastikan dirinya mendapat kesempatan kerja apalagi menciptakan lapangan kerja sendiri. Persoalan inilah yang paling urgen untuk direalisasikan dalam pendidikan kita.

Tidak ada komentar: