Senin, 18 Mei 2009

KOALISI YANG MENGENYAMPINGKAN KEPENTINGAN DEMOKRASI

Oleh : Drs. Toto Pardamean

Kita sepakat koalisi adalah salah satu bagian dari kegiatan politik. Yang tidak kita sepakati adalah motivasi pelaksanaan koalisi yang mengabaikan apa yang menjadi kehendak rakyat. Bayangkan Presiden yang sudah dipilih secara langsung oleh rakyat harus lagi diganggu oleh ancaman-ancaman tidak memperoleh dukungan penuh dari parlemen walaupun apa yang hendak dikerjakan presiden belum diketahui. Ketakutannya adalah nanti/seandainya/ditakutkan semua program yang akan diajukan oleh Presiden/Pemerintah akan ditolak oleh Parlemen, memangnya sistem ketatanegaraan kita menganut paham parlementer ?. Yang benar saja Bapak-bapak, bagaimana jika rubah alurnya, misalnya jika program yang diajukan pemerintah penting untuk rakyat tetapi karena soal like and dislike,rame-rame anggota DPR menolak, terus presiden adakan press realise yang menerangkan apa yang sesungguhnya terjadi, bisa saja rakyat marahnya ke DPR kan ? dan barangkali perlu juga didorong agar Rakyat juga berani protes pada DPR RI sebab bagaimanapun suara Rakyatlah yang paling penting untuk didengar bukan suara wakilnya yang sama sekali tak pernah mau mendengar dan mengutamakan. Koalisi itu nggak perlu amat, kekuatan presiden dalam meneguhkan keberanian untuk melakukan apa saja untuk kepentingan rakyat, itulah yang penting. Presiden harus punya tim kuat untuk selalu mendekati rakyat mencatat dan menginventarisasi semua persoalan yang dihadapi rakyat.

Apa yang bisa diharapkan dari DPR kita sekarang ? ngomong doang yang tak bermutu sama sekali, persis sama dengan obrolan di kedai kopi. Apa yang mereka obrolkan sudah lama dibahas oleh rakyat di sudut-sudut ruang tak ada yang baru sehingga wajarlah jika DPR sekarang ini tak punya wibawa apa-apa. Ada beberapa pilihan yang perlu didorong kepermukaan, tentang keberanian seorang presiden untuk komitment berkoalisi dengan rakyat dan keberanian person anggota DPR untuk melepaskan diri dari cekokan partai ketika statusnya sudah resmi sebagai wakil rakyat bukan wakil partai. Jika dua keberanian itu terwujud dapatlah kita berharap fungsi kontrol rakyat akan semakin kuat. Soal keberanian person anggota DPR untuk melepaskan diri dari cengkeraman partai selama masa jabatannya sudah ada dasarnya dengan diberlakukannya sistem suara terbanyak bagi caleg, nah apa lagi tinggal teruskan dan lengkapi. Kita meyakini kedepan akan terpilih calon-calon yang benar-benar dikenal oleh masyarakat pemilihnya dan tahu persisi kondisi daerah pemilihannya.Dan memaksa caleg untuk benar-benar mempertimbangkan pencalonan dirinya.

Dalam kasus pembuatan UU kita bisa melihat berapa banyak UU yang justru merugikan rakyat malah dirumuskan sedemikian rupa untuk kepentingan sekelompok orang dalam status yang berbeda-beda, ada kepentingan elite politik disitu, ada kepentingan konglomerat disini, ada untuk kepentingan pejabat disana. Hal ini disebabkan karena saluran politik rakyat dibelokkan kearah yang dapat membuatnya kehilangan arah. Demokrasi tidak harus berkutat sebatas teori sebab konsep itu dilahirkan dari pengalaman hidup sebagai rakyat ditengah penindasan penguasa (paradigma penguasa saat ini terpusat pada elemen Pemerintah, elemen Pengusaha Besar, elemen Politikus). Kunci dari pengakhiran penindasan itu adalah kekuatan kemandirian rakyat.

Memang tak dapat dipungkiri bahwa membangun kekuatan kemandirian Rakyat (termasuk kekuatan kemandiri politik rakyat) tidak mudah dicapai. Faktor kemiskinan, kebodohan dan ketergantungan selalu diciptakan secara sistematis sehingga menguatkan ketidak mandirian sikap politik Rakyat. Dan malangnya sekelompok orang-orang yang memiliki kepedulian dalam kesadaran membangun kekuatan dan kemandirian politik Rakyat, pada umumnya juga tidak memiliki kemampuan ekonomi yang cukup untuk mendukung kegiatan mereka.

Tetapi bagaimanapun jika rakyat terus diberi informasi dan advokasi yang dimenej dengan baik toh akhirnya akan mendorong kesadaran itu.Sebenarnya secara samar kita bisa melihat awal keperkasaan rakyat untuk menjadi pemegang keputusan di negara ini dengan diberlakukan pemilihan umum secara langsung ini, hanya saja perlu lebih dikuatkan dan difokuskan. Kepada lembaga-lembaga swadaya masyarakat kita sangat berharap lebih merapatkan barisannya untuk benar-benar menegakkan kekuatan kemandirian politik Rakyat tanpa tercemari oleh kepentingan kelompok itu sendiri.Kita juga tak perlu menutupi adanya sebagian Lembaga-lembaga yang menjadi menyimpang menjadi corong kepentingan tertentu yang tidak ada korelasinya sama sekali dengan apa yang menjadi kebutuhan Rakyat.

Apapun namanya, koalisi atau blok semuanya tidak menunjukkan keberpihakannya kepada kepentingan Rakyat, dalam kondisi seperti ini maka kesatuan Rakyatlah yang perlu dibangun sebagai pusat kontrol dari apapun yang dikerjakan oleh pemerintah dan DPR. Harus ada yang memfasilitasi rakyat untuk mengkonsolidasikan dirinya dalam kemerdekaan tanpa ikatan apapun kecuali ikatan kebangsaan dan kemanusiaan. Rakyat harus angkat bicara walau dalam bentuk sesederhan apun untuk memproklamasikan kebebasan dan kemerdekaan rakyat dalam bingkai keadilan dan kesejahteraan bersama. Kita berharap akan semakin banyak rakyat yang tidak menggadaikan diri dan hatinya kedalam dagelan politik yang diberi label koalisi partai itu. Produk-produk dagelan politik itu tidak akan efektif jika kita sebagai rakyat tidak menjadikannya sebagai pilihan utama konsumsinya. Rakyat harus memerdekakan dirinya sendiri memang. Dan kemerdekaan itu hanya bisa kita capai dengan berjuang secara bersama-sama atas nama rakyat.

Tidak ada komentar: