Senin, 18 Mei 2009

DEMOKRASI MANIPULATIF

Oleh : Toto Pardamean
Dengan berbagai cara Partai berusaha membujuk rakyat agar mendukung mereka dengan satu kepastian. kekuasaan !. Tak berbeda antara pemilihan legislatif dan pemilihan presiden dan wakil presiden. Mereka bilang ini adalah demokrasi, sistem, konstitusi, pendidikan politik, perjuangan, untuk kepentingan rakyat dan demi kesejahteraan. Kalau demikian, tentu teori keterwakilan rakyat perlu dipertanyakan ?
Caleg dan Capres maupun cawapres kan atas usulan Partai yang tak pernah dikomunikasikan dengan Rakyat, tidak juga atas penilaian anggota DPRRI yang katanya mewakili rakyat itu. Rakyat cuma disodori calon yang diusung Partai Politik yang berada diluar gedung DPR yang kedudukannya dimata hukum sama saja dengan rakyat yang tidak terikat partai apapun. Tetapi nyatanya seolah-olah partai dan orang-orangnyalah yang paling legal dan paling tahu apa kehendak rakyat. Makin dekat waktu pemilihan capres dan cawapres maka semakin banyak lelucon partai-partai bermunculan. Ada yang sangat yakin mensejajarkan dirinya dengan tokoh lama yang berperan dalam proklamasi beberapa waktu yang lalu. Ada yang seolah-olah merasa sejajar dengan rakyat miskin sehingga perlu mendeklarasikan pencalonannya ditengah tumpukan sampah yang selama ini tak pernah ia kunjungi. Ada yang merasa perlu mensejajarkan dirinya dengan presiden Obama.
Pemilihan Calon Presiden secara langsung sekarang ini hanyalah sebuah kebohongan publik. Pemilihan langsung yang terkurung oleh kepentingan para pemeran drama politik itu. Pengertian langsung disini hanya sekedar langsung pegang pulpen (pena) contreng apa yang ada, tak boleh protes bilang lho...saya tak menemukan calon yang saya inginkan.
Rakyat terkepung oleh segerombolan orang-orang yang merasa pintar sendiri, merasa berjasa sendiri, merasa pahlawan sendiri, merasa ahli sendiri, dan merasa benar sendiri. Keanehan-keanehan politik itu bisa kita lihat dari :
1. Pemilihan capres dan cawapres langsung ternyata tidak langsung dalam pengertian sebenarnya.
2. DPR tak pernah tanya pada rakyatnya siapa yang mereka inginkan jadi capres dan cawapres.
3. Dalam pemilu capres dan cawapres, justru orang-orang partai yang sibuk bahkan ngotot, saling sikut dan gertak, jual nama rakyat seenaknya.
4. Tak ada LPJ presiden dan wakil presiden serta kabinetnya sebelum mengakhiri masa jabatannya, kalau ada hanya sebatas pidato penutup akhir jabatan.
5. Bahkan capres dan cawapres harus dari partai, kalau tidak silakan untuk siap di caci maki
6. Banyak lagi keanehan-keanehan demokrasi Indonesia lainnya.

Jadi tak usah heran jika pelajaran yang paling rumit di sekolah sekarang ini adalah masalah demokrasi itu. Bagaimana seorang guru menjelaskannya secara jelas kepada anak didiknya jika akhirnya pada tahap penerapannya hanyalah berisi kebohongan-kebohongan, tipu muslihat, rekayasa, kompromi dan kongkow-kongkow.Tidak ada kecerdasan politik, tidak ada kecerdasa perjuangan, tidak ada idealisme perjuangan, tidak ada kesucian niat dalam berbuat. Analisis saja pandangan mereka ketika merengek-rengek memohon dukungan rakyat, dimana logikanya keindahan yang ia janjikan dapat tercapai dalam 5 tahun masa jabatannya. Bagaimana kita bisa percaya jika yang ngomong sudah pernah berkuasa tetapi tak menghasilkan apa-apa. Kok nggak malu ya sama rakyat ?!
Ah...memang pusing jadi rakyat di negara ini. Derita kita tanggung sendiri, tetapi bayar hutang kita tanggung bersama. Rakyat yang bertanam pejabat yang memanen hasilnya. Ayo tanya ! siapa capres dan cawapres, caleg yang berani bertarung tanpa sejumlah TS yang digaji sedemikan banyak itu . Itu artinya mereka tidak cukup percaya diri dinilai secara langsung oleh rakyatnya.

Jadi akhirnya apa ? berlakulah pepatah "....tak ada rotan akarpun jadilah..!" terus dilanjutkan dengan sebuah pepatah versi baru "....memilih yang terbaik dari yang terburuk...".
Kondisi ini akan menghasilkan kehidupan negara yang tak jelas arahnya (seperti sekarang ini) dan tampaknya tak banyak yang bisa diharapkan, apalagi melihat calon-calon sekarang ini.
Pilih JK dan Wiranto ? apa bedanya dengan yang dulu, pilih Mega dan Prabowo ? apa istimewanya, pilih SBY dan Budiono ? ya paling seperti pepatah yang tadilah.
Memang, katanya inilah realitas ! terus kalau begitu, benar juga kalau DPR itu nggak penting-penting juga nampaknya, nggak manfaat-manfaat amat, nggak perlu banyak-banyak juga. Benar juga kalau partai-partai itu nggak perlu-perlu juga. Kalau kita bicara seperti itu jelas ,mereka yang berkepentingan dengan soal kekuasaan itu marah-marah dan berargumentasi tentang demokrasi, politik dsb. Mereka akan bilang ini berlaku universal, yang buat ahli-ahli, anda tahunya apa ? Masih syukur jika kita tidak dipenjarakan!.
Tetapi kita harus lanjutkan ; ...kalau kita menerapkan sistem yang dikehendaki oleh rakyat (bukan politikus saja) walaupun bukan berasal dari adopsi teori barat,timur,tenggara, apa salah, apa nggak boleh, apa nggak bisa berhasil ?. Ternyata toh, berbagai macam teori yang kita adopsi dari teori luar dan kita pakai selama ini tidak membawa hasil apa-apa bagi rakyat. Teori ekonomi, teori pendidikan, teori hukum, teori sosial, teori pertahanan dan keamanan, teori politik (apalagi) sama memberi kemelaratan bangsa ini. Yang berhasil hanya satu ; teori agama !
Kesimpulannya adalah ; negara kita sedang dipenuhi oleh paham-paham yang salah, mengabaikan rakyat banyak, mengabaikan kebijakan lokal, menistakan kekayaan budaya lokal. Maka yang perlu disikapi oleh rakyat adalah belajar menganalisis secara benar, menanggapi secara jernih, menguatkan kemandirian sikap walaupun mandiri ekonomi belum sanggup, berlatih dan membiasakan diri sebagai pengumpul informasi (agar tidak mudah tersihir/terhipnotis oleh indahnya bujuk rayu politik),
Memang, pesimis tidak boleh ada dalam kamus hidup bangsa ini. Sejarah telah membuktikan bahwa bangsa ini bangsa pejuang, bangsa yang gigih, bangsa yang bermartabat. Degradasi nilai baru ada setelah sebagian orang yang kebetulan sedang berkuasa lupa pada asal-usulnya dan berganti baju yang diimpornya dari luar diri kita.

Tidak ada komentar: